Asuhan Neonatus, Bayi, dan Anak
Materi Kuliah 4, tanggal 30 April 2013
“HIPERBILIRUBIN”
+
METABOLISME BILIRUBIN
+ METABOLISME BI
+
METABOLISME BILIRUBIN
1.
Produksi
}
Bilirubin
berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau
proses eritropoesis yang tidak efektif.
}
Hem
àproses oksidasi à menghasilkan biliverdin à mengalami degradasi à bilirubin bebas/direk. Zat ini sulit larut
dalam air tetapi larut dalam lemak karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit
diekskresikan dan mudah melewati membran biologic seperti plasma dan sawar
darah otak.
2. Transportasi
}
Bilirubin
bebas bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi
mekanisme ambilan sehingga masuk kedalam sel hati à terjadi persenyawaan dengan protein hati
lain àreticulum endoplasma,
tempat terjadinya konjugasi
3. Konjugasi
}
Terjadi
di dalam hepar. Proses ini timbul karena adanya enzim glukoronil transferase yg kemudian mnghasilkan
bentuk bilirubin direk.
}
Sifat
: larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal &
feces.
4. Ekskresi
}
Bilirubin yang terkonjungsi ini diekskresikan melalui duktus hepatikus à ke dalam saluran
pencernaan à
menjadi urobilinogen dan sterkobilin àekskresi
}
Dalam usus sebagian diabsorpsi kembali oleh mukosa usus à dibawa darah à masuk hepar : Proses
Enterohepatik.
+
Pada
BBL ekskresi melalui plasenta terputus,àhyperbilirubin jika:
1.
fungsi
hepar belum matang atau gangguan fungsi,
2.
kekurangan
enzim glukoronil transferase : gangguan konjugasi àkeadaan
bilirubin indirek dalam darah meninggi.
+ PENYEBAB HIPERBILIRUBIN
1. Peningkatan produksi :
a.
Hemolisis,
misal pada Inkompatibilitas
(immunoglobulin G ibu yang bereaksi dengan eritrosit pada bayi
b.
Pendarahan
tertutup, misalnya pada trauma
kelahiran.
c.
Ikatan
bilirubin dengan protein terganggu seperti asidosis
d.
Defisiensi
G6PD. (enzim yang berperan dalam proses pembentukan dan perombakan sel darah
merah dan pencegahan hemolisis pada eritrosit)
GOLONGAN DARAH
P
Tabel pewarisan golongan darah kepada anak
Ibu
|
Ayah
|
|||
0
|
A
|
B
|
AB
|
|
0
|
0
|
0, A
|
0, B
|
A, B
|
A
|
0, A
|
0, A
|
0, A, B, AB
|
A, B, AB
|
B
|
0, B
|
0, A, B, AB
|
0, B
|
A, B, AB
|
AB
|
A, B
|
A, B, AB
|
A, B, AB
|
A, B, AB
|
P Penggolongan
Golongan
|
Aglutinogen pada sel
darah merah
|
Aglutinin pada plasma
darah
|
A
|
A
|
b (anti-B)
|
B
|
B
|
a (anti-A)
|
AB
|
A dan B
|
tidak ada
|
O atau 0
|
tidak ada
|
a (anti-A) dan b (anti-B)
|
P
Antigen
= aglutinogen,à merangsang pembentukan suatu
imunoglobulin M (IgM), yang disebut juga sebagai aglutinin, mampu menimbulkan
aglutinasi hebat
P
inkompatibilitas
ABO biasanya terbatas pada ibu golongan darah O dengan fetus golongan darah A
atau B
P
Pada wanita Rh – yang melahirkan bayi pertama Rh +, risiko terbentuknya antibodi 8%.
Sedangkan insidens timbulnya antibodi pada kehamilan berikutnya sebagai akibat
sensitisitas pada kehamilan pertama sebesar 16%.
e.
Ikterus
ASI : BFJ dan BMJ. diduga dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid).
f.
Kurangnya
enzim glukoronil transeferase (sindrom criggler-Najjar) gangguan konjugasi -àbilirubin indirek
meningkat
g.
Kelainan
congenital (Rotor Syndrome) dan dubin hiperbilirubinemia.
2.
Gangguan transportasi
} akibat penurunan
kapasitas pengangkutan, misalnya pada hipoalbuminemia atau karena pengaruh
obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.
3.
Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh
beberapa mikro organisme atau toksin yang langsung merusak sel hati dan darah
merah seperti infeksi.
4.
Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra
hapatik.
5.
Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus
obstruktif.
+ FAKTOR RISIKO
HIPERBILIRUBIN
a. Usia kehamilan kurang
dari 38 minggu,
b. vakum pada saat
persalinan.
c. pemberian ASI
eksklusif (zat tertentu).
d. Saudara yang lebih tua
dengan penyakit kuning.
e. semakin tidak normal
berat lahir, semakin tinggi risiko.
+ EPIDEMIOLOGI
a. 1986, Maisels dan
Gifford : 6,1% bayi dengan kadar bilirubin serum lebih dari 220 umol / L (12,9
mg / dL)
b. tahun 2003 di Amerika
Serikat, 4,3% dari 47.801 bayi memiliki total serum bilirubin abnormal.
c. Di RSCM tahun 2007,
persentase hiperbilirubin pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi
kurang bulan sebesar 42,95%.
Insidensi lebih tinggi pada orang Asia Timur dan Indian Amerika dan lebih rendah pada orang kulit hitam.
Insidensi lebih tinggi pada orang Asia Timur dan Indian Amerika dan lebih rendah pada orang kulit hitam.
d. Insidensi lebih tinggi
pada penduduk yang tinggal di ketinggian. Pada tahun 1984, Moore dkk melaporkan
32,7% bayi dengan kadar bilirubin serum lebih dari 205 umol / L (12 mg / dL)
pada 3100 m dpl.
e. Turki melaporkan
penyakit kuning (>14 mg/dl) : 10,5% bayi cukup bulan dan 25,3% pada bayi
prematur. (17mg/dl)
f. Kernikterus terjadi
pada 1,5 dari 100.000 kelahiran di Amerika Serikat.
g. Nigeria: 31% bayi
dengan ikterus klinis diuji kekurangan G-6-PD, dan 36% diantaranya meninggal
dengan kernikterus.
h. Linn, dkk (1985)
melaporkan 49% dari Asia Timur, 20% dari putih, dan 12% bayi kulit hitam
memiliki kadar bilirubin serum lebih dari 170 umol/L (10 mg / dL).
+ FAKTOR RESIKO
«
Ras: Insiden lebih tinggi di Asia Timur dan
Indian Amerika, tetapi lebih rendah di Afrika Amerika.
«
Geografi: Insiden lebih tinggi pada penduduk yang
tinggal di dataran tinggi.
«
Genetika dan keluarga: Insiden lebih
tinggi pada bayi dengan saudara kandung yang menderita sakit kuning.
Faktor
gen sehingga kekurangan enzim dan protein yang terlibat dalam metabolisme
bilirubin, glukosa-6-fosfatase dehidrogenase (G-6-PD), anemia hemolitik
herediter .
+ GIZI:
P Insiden lebih tinggi
pada bayi malnutrisi.
P Faktor ibu: Bayi dari ibu
dengan diabetes memiliki insiden yang lebih tinggi.
P Penggunaan beberapa
obat dapat meningkatkan kejadian, sedangkan yang lain menurunkan kejadian.
P Usia kehamilan dan
berat lahir: Insiden
lebih tinggi pada bayi prematur dan pada bayi dengan berat lahir rendah.
P Infeksi Kongenital
+ PENGKAJIAN
A. Riwayat Keluarga
V
Saudara
kandung dengan penyakit kuning pada periode neonatal.
V
Anggota
keluarga dengan penyakit kuning atau sejarah keluarga yang dikenal sindrom
Gilbert ( enzyme glucuronyltransferase ↓)
V
Anemia, batu empedu pada anggota keluarga atau faktor
keturunan gangguan hemolitik lainya.
V
Penyakit
hati
B. Riwayat kehamilan dan
persalinan:
V
penyakit
karena infeksi virus atau lainnya
V
asupan
obat ibu
V
lahir
trauma dengan memar
C. Riwayat Postnatal
V
Kehilangan
warna tinja
V
Gangguan
imaturitas saluran cerna
V
Menyusui,
kandungan protein tertentu
V
Berat
badan kurang
V
Gejala
atau tanda-tanda hipotiroidisme
V
Gejala
atau tanda-tanda penyakit metabolik .
V
Paparan
gizi orangtua
D. Pemeriksaan fisik
V
Temuan
neurologis, seperti perubahan dalam otot, kejang, atau menangis terus, pada
bayi kuning signifikan : kernikterus.
V
Hepatosplenomegali,
petechiae, dan mikrosefali, anemia hemolitik, sepsis, dan infeksi bawaan
V
Penilaian klinis untuk keparahan ikterus
a. Laju Cephalocaudal
-
Wajah 5 mg/dl (kurang lebih)
-
Dada atas 10 mg/dl (kurang lebih)
-
Abdomen dan paha atas 15 mg/dl (kurang lebih)
-
Telapak kaki 20 mg/dl (kurang lebih)
b. Pemeriksaan secara visual
mungkin membuat kita kurang tepat memahami situasi
E. Pemeriksaan Laboratirium
V
Pemeriksaan
laboratorium: kadar bilirubin, darah rutin, kadar enzim G6PD (jika ada riwayat
keluarga).
V
tes
serum total kadar bilirubin (BST)
V
Golongan
darah dan Rh pada ibu dan bayi
V
Direct
antiglobulin test (DAT) pada bayi (Coombs test) : Hasil tes Coombs langsung
(DAT) adalah positif, yakni ditemukannya IgG anti- D dan anti-A pada sel darah
merah bayi dan serum bayi
V
Hemoglobin
dan hematokrit
V
Tingkat
albumin serum
V
Darah
tepi untuk morfologi eritrosit
F. Dilakukan jika diperlukan
V
Tes
fungsi hati: Aspartate aminotransferase (ASAT atau SGOT) dan alanin
aminotransferase (ALAT atau SGPT).
V
Tes
untuk mencari infeksi virus atau parasit: diindikasikan pada bayi dengan
hepatosplenomegali, petechiae, trombositopenia, atau bukti lain dari penyakit
hepatoseluler.
V
Urin
analisis: tes skrining yang berguna untuk galaktosemia, asalkan bayi telah
menerima cukup asi.
V
Pengukuran
gas darah: Risiko toksisitas SSP. bilirubin meningkat pada asidosis, terutama
respirasi.
V
Ultrasonografi: saluran hati dan empedu diperlukan pada
bayi dengan tanda-tanda laboratorium atau klinis penyakit batu empedu.
V
Radionuklida scanning: Scan hati dengan
radionuklida diindikasikan pada atresia bilier ekstrahepatik. Pra medikasi
dengan fenobarbital 5 d mg / kg / hari selama 3-4 hari sebelum melakukan scan.
V
Tes lainnya : Auditory and visually terkait kernicterus
Usia
|
Ikterus terlihat pada
|
Klasifikasi
|
Hari 1
Hari 2
Hari 3 dst
|
Setiap ikterus yang
terlihat
Lengan dan tungkai
Tangan dan kaki
|
Ikterus berat
|
(Peter Cooper, A.
Suryono, indarso F., Managing Newborn Problems: A Guide for doctor, nurses, and
midwifes, WHO, 2003)
Tabel: Klasifikasi
Ikterus
Tanya dan Lihat
|
Tanda/Gejala
|
Klasifikasi
|
Mulai kapan ikterus?
Daerah mana yang
ikterus?
Bayi kurang bulan?
Warna tinja?
|
Ikterus segera setelah
lahir
Ikterus pada hari pertama
Ikterus pada usia >
14 hari
Ikterus
lutut/siku/lebih
Bayi kurang bulan
Tinja pucat
|
Ikterus patologis
|
|
Ikterus usia 3-13 hari
Tanda patologis (-)
|
Ikterus fisiologis
|
(Buku Bagan MTBM, Depkes
RI, 2001)
+ KLASIFIKASI
HIPERBILIRUBIN
A. Ikterus Fisiologis
1. Timbul pada hari kedua-
ketiga.
2. Kadar bilirubin indirek
(larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dL pada neonatus cukup bulan dan 10
mg/dL pada kurang bulan.
3. Kecepatan peningkatan
kadar bilirubin tak melebihi 5 mg/dL per hari.
4. Kadar bilirubin direk (
larut dalam air) kurang dari 1 mg/dL.
5. Ikterus hilang pada 10
hari pertama.
6. Tidak terbukti mempunyai
hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
B. Ikterus Patologis/
Hiperbilirubinemi
-
Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
-
Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12 mg/dL pada neonatus cukup
bulan dan 10 mg/dL pada neonatus kurang bulan.
-
Ikterus dengan peningkatan bilirubun lebih dari 5 mg/dL per hari.
-
Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.
-
Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau
keadaan patologis lain yang telah diketahui.
-
Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg/dL.
C. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak terutama pada pada korpus stratum, thalamus,
nucleus subtalamus, hipokorpus, nucleus merah dan nucleus pada dasar
ventrikulus IV.
O Tanda & Gejala
Kern ikterus
ü Pada permulaan tidak
jelas, yang tampak mata berputar-putar.
ü Letargik ( lemas).
ü Kejang.
ü Tidak mau menghisap.
ü Dapat tuli, gangguan
bicara, dan retardasi mental.
ü Bila bayi hidup pada
umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis
yang disertai ketegangan otot.
ü Perut buncit.
ü Pembesaran pada hati.
ü Feses berwarna seperti
dempul.
ü Tampak ikterus,
sclera, kuku, kulit dan membrane mukosa, kuning pada 24 jam pertama yang
disebabkan oleh penyakit hemolitik waktu lahir, sepsis, atau ibu dengan
diabetic/ infeksi.
+ PERTIMBANGAN TERAPI
+ PENATALAKSANAAN
} Ikterus fisiologis
a. Beri ASI sesering
mungkin selama bayi menginginkan.
Minimal 8-12 x/ hari.
b. Jaga agar bayi tetap
hangat dengan menerapkan metode kanguru, kepala bayi ditutup dengan topi. Ganti
pakaian/selimut bayi setiap kali basah dengan yang kering, bersih dan hangat.
c. Baringkan bayi dalam
ruangan dekat jendela dengan penyinaran cukup (sinar matahari pagi) selama 30
menit selama 3-4 hari.
d. Anjuran segera ke
puskesmas/bidan di desa bila ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
-
Bayi
bertambah parah.
-
Kotoran
bayi warna dempul.
e. Anjurkan ibu control
setelah 2 hari.
}
Penatalaksanaan:
«
Terapi sinar
«
Status hidrasi dan pemberian minum
«
Monitoring kadar bilirubin
«
Transfusi tukar
« Obat-obatan: - Phenobarbital
- Intra venous
immunoglobulin
- Mettaloporphyrins
- Cholestyramine
} Petunjuk penatalaksanaan
Usia
|
Terapi Sinar
|
Tranfusi Tukar
|
||||||
Bayi sehat
|
Faktor Risiko*
|
Bayi Sehat
|
Faktor Risiko*
|
|||||
mg/dL
|
m mol/L
|
mg/dL
|
m mol/L
|
mg/dL
|
m mol/L
|
mg/dL
|
m mol/L
|
|
Hari 1
|
Setiap ikterus yang
terlihat
|
15
|
260
|
13
|
220
|
|||
Hari 2
|
15
|
260
|
13
|
220
|
25
|
425
|
15
|
260
|
Hari 3
|
18
|
310
|
16
|
270
|
30
|
510
|
20
|
340
|
Hari 4 dst
|
20
|
340
|
17
|
290
|
30
|
510
|
20
|
340
|
*(American Academy of Pediatrics, Subcommittee on
hyperbilirubinemia, Management of hyperbil in NB, 2004)
} Transfusi Tukar
«
Bila
bayi dirujuk untuk transfusi tukar:
V
Persiapkan
transfer.
V
Segera
kirim bayi ke rumah sakit tersier atau sekunder dengan fasilitas transfuse
tukar.
V
Kirim
contoh darah ibu dan bayi.
V
Jelaskan
kepada bayi tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu dirujuk dan
terapi apa yang akan diterima bayi.
V
Nasihati
ibu.
Bila penyebab ikterus
adalah inkompatibilitas rhesus, pastikan ibu mendapatkan informasi yang cukup
mengenai hal ini, karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya.
V
Bila bayi mengalami defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk
menghindari zat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi
(contoh: obat anti malaria, beberapa antibiotik)
V
Bila
hemoglobin <10 mg/dL (hematokrit <30%), berikan transfusi darah.
V
Follow
up setelah kepulangan. Periksa kadar Hb setiap minggu selama 4 minggu, bila Hb
<8 g/dL (hematokrit <24%) berikan transfusi darah.
} Foto Terapi
«
Panjang
gelombang harus dipertimbangkan. Bilirubin menyerap cahaya terutama sekitar
450-460 nm. Namun, kemampuan cahaya untuk menembus kulit juga penting;
« Pemberian terapi sinar
1. Tempatkan bayi di
bawah sinar terapi sinar.
Tempatkan
BBLR dalam incubator.
2. Letakkan bayi sesuai
petunjuk pemakaian alat dari pabrik.
3. Tutupi mata bayi
dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut tertutup. Jangan
tempelkan penutup mata dengan menggunakan selotip.
4. Balikkan bayi setiap 3
jam.
5. Pastikan bayi diberi
makan.
6. Motivasi ibu untuk
menyusui bayinya dengan ASI ad libitum, paling kurang setiap 3 jam.
7. Selama menyusui,
pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata.
8. Pemberian suplemen
atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain (contoh: pengganti ASI, air,
air gula, dll) tidak ada gunanya.
9. Bila bayi menerima per
IV atau ASI yang telah dipompa (ASI perah), tingkatkan volume cairan atau ASI
sebanyak 10% volume total per hari selama bayi masih diterapi sinar.
10. Bila bayi menerima
cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi dari sinar terapi
sinar.
•
Perhatikan:
selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih lembek
dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus.
•
Teruskan
terapi dan tes lain yang telah ditetapkan:
11. Pindahkan bayi dari
unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak bisa dilakukan
dalam unit terapi sinar.
12. Bila bayi sedang
menerima oksigen, matikan sinar terapi sebentar untuk mengetahui apakah bayi
mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru).
•
Ukur
suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila suhu
bayi lebih dari 37,5ºC, sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara pindahkan
bayi dari unit terapi sinar sampai suhu bayi antara 36,5ºC-37,5ºC.
•
Ukur
kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus
13. Hentikan terapi sinar
bila kadar serum biilirubin <13 mg/dL.
14. Bila kadar bilirubin
serum mendekati jumlah indikasi transfusi tukar, persiapkan kepindahan bayi dan
secepat mungkin kirim bayi ke rumah sakit center untuk transfusi tukar. Sertakan
contoh darah ibu dan bayi.
15. Bila bilirubin serum
tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3 hari.
« Setelah terapi sinar
dihentikan:
1. Observasi bayi selama 24
jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila memungkinkan, atau perkirakan
keparahan ikterus meggunakan metode klinis.
2. Bila ikterus kembali
ditemukan atau bilirubin serum berada diatas nilai untuk memulai terapi sinar,
ulangi terapi sinar seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada
setiap penghentian terapi sinar sampai bilirubin serum dari hasil pemeriksaan
atau perkiraan melalui metode klinis berada dibawah nilai untuk memulai terapi
sinar.
3. Bila terapi sinar
sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa menyusu dengan baik dan tidak ada
masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi.
4. Ajarkan ibu untuk
menilai ikterus dan beri nasehat untuk membawa kembali bila bayi bertambah
kuning.
« Komplikasi terapi
sinar
1. Bronze baby syndrome :
Berkurangnya ekskresi hepatik hasil penyinaran bilirubin
2. Diare : Bilirubin
indirek menghambat absorbsi
3. Hemolisis :
Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit
4. Dehidrasi :
Bertambahnya Insensible Water Loss ( 30-100%).
5. Ruam kulit : Gangguan
fotosensitasi terhadap sel mast kulit dengan pelepasan histamine
} TRANSFUSI TUKAR, Bukan prosedur bebas
risiko
V
Pada
hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati
bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi.
V
Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat
tambahan, karena membantu mengeluarkan antibody maternal dari sirkulasi bayi,
sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia
« Darah donor untuk
transfusi tukar
1. Darah yang digunakan
golongan O.
2. Gunakan darah baru (
usia <7 hari), whole blood.
3. Pada penyakit
hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus golongan O
dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah disiapkan setelah
kelahiran, juga crrossmatched terhadap bayi.
4. Pada inkompatibilitas
ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus yang sama dengan ibu
dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan bayi yang mempunyai titer rendah
anti body A dan anti B. Biasanya menggunakan eritrosit golongan O dengan plasma
AB, untuk memastikan bahwa tidak ada antibody anti A dan anti B yang muncul.
5. Pada penyakit
hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen
tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.
6. Pada
hiperbilirubinemia yang non imun, darah donor ditiping dan croosmatched
terhadap plasma dan eritrosit pasien/bayi.
7. Transfusi tukar
biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) ----160 mL/kgBB,
sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%.
« Teknik Tranfusi Tukar
1. SIMPLE DOUBLE VOLUME.
Push-Pull technique : jarum infuse
dipasang melalui kateter vena umbilikalis/ vena saphena magna. Darah dikeluarkan dan dimasukkan
bergantian.
2. ISOVOLUMETRIC. Darah
secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui arteri umbilikalis dan
dimasukan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang sama.
3. PARIAL EXCHANGE
TRANFUSION. Tranfusi tukar sebagian, diilakukan biasanya pada bayi dengan
polisitemia.
« Pelaksanaan transfusi
tukar:
1. Personel. Seorang
dokter dan minimal 2 orang perawat untuk membantu persiapan, pelaksanaan dan
pencatatan serta pengawasan penderita.
2. Lokasi. Sebaiknya
dilakukan di ruanng NICU atau kamar operasi dengan penerangan dan pengaturan
suhu yang adekuat, alat monitor dan resusitasi yang lengkap serta terjaga
sterilitasnya.
3. Persiapan Alat
prosedur transfusi
4. Alat dan obat-obatan
resusitasi lengkap.
a. Lampu pemanas dan alat
monitor
b. Perlengkapan vena
seksi dengan sarung tangan dan kain penutup steril
c. Masker, tutup kepala
dan gaun steril
d. Nier bekken (2 buah)
dan botol kosong, peenampung darah
e. Set tranfusi 2buah
f. Kateter umbilicus
ukuran 4,5,6 F sesuai berat lahir bayi atau abbocath
g. Three way stopcock
semprit 1 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, masing-masing 2 buah
h. Selang pembuangan
i. Larutan Calsium
glukonas 10%, CaC12 10% dan NaCl fisiologis
j. Meja tindakan
« Transfusi tukar harus
dihentikan apabila terjadi:
a. Emboli (emboli,bekuan
darah),trombosis.
b. Hiperkalemia,
hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia.
c. Gangguan pembekuan
darah karena pemakaian heparin.
d. Perforasi pembuluh
darah
« Komplikasi transfusi
tukar
P Vascular: emboli udara
atau trombus, trombosis.
P Kelainan jantung :
aritmia, overload, henti jantung.
P Gangguan elektrolit :
hipo/ hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis.
P Koagulasi :
trombositopenia, heparinisasi berlebihan.
P Infeksi : bakteremia,
hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan.
P Lain-lain : hipotermia,
hipoglikemia
« Perawatan pasca
transfusi tukar
1. Lanjutkan dengan
terapi sinar.
2. Awasi ketat
kemungkinan terjadinya komplikasi.
« Persiapan tindakan
transfusi tukar
1. Berikan penjelasan
tentang tujuan dan risiko tindakan, mintakan persetujuan tertulis dari orang
tua penderita.
2. Bayi jangan diberi
minum 3-4 jam sebelum
tindakan. Bila transfuse harus segera dilakukan isi lambung dikosongkan dengan
sonde dan menghisapnya.
3. Pasang infuse dengan
tetesan rumatan dan bila tali pusat telah mengering kompres dengan NaCl
fisiologis.
4. Bila memungkinkan 2
jam sebelumnya berikan infus albumin terutama jika kadar albumin < 2,5
gr/dL. Diharapkan kapasitas ikatan albuminbilirubin di dalam darah meningkat
sebelum transfusi tukar sehingga resiko kernikterus menurun, kecuali ada kontra
indikasi/transfuse tukar harus segera dilakukan.
5. Pemeriksaan laboratorium
pra transfusi tukar antara lain semua elektrolit, Hb, hematokrit, retikulosit,
trombosit, kadar bilirubin indirek, kadar G6PD dan enzim eritrosit lainnya
serta kultur darah.
6. Koreksi gangguan asam
basa, hipoksia, dan hipotermi sebelum memulai transfuse tukar.
7. Periksa ulang apakah
donor yang diminta telah sesuai dengan permintaan (cek label darah).
« Pemasangan Kateter
Vena Umbilikalis
1. Bayi diletakkan dalam
posisi telentang. Fiksasi dengan lengan dan tungkai, dijaga agar tidak banyak
bergerak (diikat longgar).
2. Pasang alat monitor
yang dibutuhkan (neonatal monitoring). Suhu bayi dipertahankan pada suhu
optimal atau jika ada meja resusitasi bayi diletakkan di bawah lampu
pemanas/sorot dengan jarak 2 meter.
3. Semua tindakan harus
dilaksanakan secara aseptic dan antiseptic, personil yang terlibat langsung
harus mamakai gaun, sarung tangan, dan masker steril.
4. Bersihkan daerah
sekitar tali pusat atau tempat lain yang akan dipasang abbocath dengan cairan
antiseptic, tutup dengan kain steril yang berlubang ditengah sehingga tampak
tali pusat/daerah yang akan dipasangkan abbocath.
5. Jika dilakukan melalui
vena umbilikalis, bersihkan dengan betadine 10%, tali pusat dipotong kurang
lebih 1 cm di atas dasar/ kulit abdomen dengan scalpel/pisau steril.
6. Jika tali pusat
kering, lunakkan dengan kompres NaCl fisiologis selama ½-1 jam.
7. Vena umbilikalis
dicari dan masukkan kateter vena sesuai ukuran bayi, diisi NaCl fisiologis.
Kateter dimasukkan sampai : (1) tampak ada darah mengalir dari tubuh bayi atau
(2) pada posisi aman, yaitu ujung kateter sedikit di atas diafragma dan di
dalam vena cava inferior ( ukuran sekitar panjang dari bahu kiri/ kanan ke tali
pusat kemudian diukur ke diafragma khusus ukuran kateter tali pusat). Kateter
harus diisi cairan untuk mencegah emboli udara.
8. Setelah kateter vena
umbilikalis terpasang dilakukan fiksasi dengan jahitan melingkari kulit/tali
pusat diameter 1,5 cm dengan benang sutra steril.
9. Jika kateter gagal
dipasang vena umbilikalis, transfusi dapat dilakukan di vena saphena magna.
10. Kateter atau abbocath
dihubungkan dengan three way stopcock, bagian depan dengan selang infuse donor
dan bagian belakang dengan selang infuse pembuangan yang telah dihubungkan
dengan botol kosong di bawah botol tindakan.
« Pelaksanaan Transfusi
Tukar
1. Mula-mula darah bayi
dihisap sebanyak 10 – 20 mL atau tergantung berat badan bayi, jangan melebihi
10% dari perkiraan volume darah bayi.
2. Darah dibuang melalui
pipa pembuangan dengan mengatur klep pada three way stopcock. Jika ada
pemeriksaan yang belum lengkap dapat memakai darah ini karena belum bercampur
dengan darah donor.
3. Masukkan darah donor
dengan jumlah yang sama secara perlahan-lahan. Kecepatan menghisap dan
mengeluarkan darah sekitar 2 mL/KgBB/ menit.
4. Setelah darah masuk ke
tubuh ditunggu selama 20 detik, agar beredar dalam sirkulasi.
5. Hisap dan masukkan
darah berulang kali dengan cara yang sama sampai target transfusi tukar
selesai.
6. Catat setiap kali
darah yang dikeluarkan dan yang masuk pada lembaran observasi transfusi tukar.
7. Jika memakai darah
dengan pengawet asam sitrat atau stearat fosfat (ACI/ PCD) setiap transfusi 100
mL diberikan 1 mL calcium glukonas 10% intra vena perlahan-lahan. Pemberian
tersebut terutama bila kadar kalsium sebelum transfusi < 7,5 mg/dL. Bila
kadar diatas normal maka kalsium glukonas tidak perlu diberikan. Pemberian
larutan kalsium glukonas harus dilakukan secara perlahan-lahan, karena bila
terlalu cepat dapat mengakibatkan timbulnya bradikardi/cardiac arrest. Beberapa
peneliti menganjurkan untuk tidak memberikan kalsium kecuali pada pemeriksaan
fisik dan elektrokardiografi menunjukkan adanya tanda-tanda hipokalsemia.
8. Selama tindakan semua
tanda-tanda vital harus diawasi dengan neonatal monitoring.
9. Setelah transfusi
tukar selesai, darah bayi diambil untuk pemeriksaan pasca transfusi tukar.
10. Jika tidak diperlukan
transfusi tukar ulang, dilakukan jahitan silk purse string atau ikatan kantung
melingkari vena umbilikalis. Ketika kateter dicabut jahitan yang mengelilingi
tali pusat dikencangkan.
« Terapi obat
a. Fenobarbital : menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan
karena efek sampingnya (letargi).
b. Colistrisin dapat mengurangi
Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus
Enterohepatika.
c. Transfusi albumin
« Terapi ASI
Banyak
minum à ekskresi sterkobilin dan urobilin ↑
« TERAPI SINAR MATAHARI
v Jika sudah dirumah
v Jam 07.00-09.00 selama
30 menit merata
v Merupakan terapi
tambahan
+ ASUHAN KEBIDANAN
P Pengkajian à data fokus :
1. ASI tidak adekuat,
bayi Fototerapi
2. Suhu meningkat
pasca fototerapi
3. Ortu berpisah dengan
anak
4. Risiko cidera saat
fototerapi
5. Risiko infeksi saat
transfusi tukar
P Rencana Tindakan :
P Evaluasi
0 comments:
Post a Comment