Saturday, June 15, 2013

HIPERBILIRUBIN


Asuhan Neonatus, Bayi, dan Anak
Materi Kuliah 4, tanggal 30 April 2013
“HIPERBILIRUBIN”


+   METABOLISME BILIRUBIN
+   METABOLISME BI
+   METABOLISME BILIRUBIN
1.  Produksi
}   Bilirubin berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. 
}   Hem àproses oksidasi à menghasilkan biliverdin à mengalami degradasi à bilirubin bebas/direk. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresikan dan mudah melewati membran biologic seperti plasma dan sawar darah otak.
2.  Transportasi
}   Bilirubin bebas bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan sehingga masuk kedalam sel hati à terjadi persenyawaan dengan protein hati lain  àreticulum endoplasma, tempat terjadinya konjugasi
3.  Konjugasi
}   Terjadi di dalam hepar. Proses ini timbul karena adanya enzim glukoronil transferase yg kemudian mnghasilkan bentuk bilirubin direk.
}   Sifat : larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal & feces.
4.  Ekskresi
}   Bilirubin yang terkonjungsi ini diekskresikan melalui duktus hepatikus à ke dalam saluran pencernaan à menjadi urobilinogen dan sterkobilin àekskresi
}   Dalam usus sebagian diabsorpsi kembali oleh mukosa usus à dibawa darah à masuk hepar : Proses Enterohepatik.
+   Pada BBL ekskresi melalui plasenta terputus,àhyperbilirubin jika:
1.   fungsi hepar belum matang atau gangguan fungsi,
2.   kekurangan enzim glukoronil transferase : gangguan konjugasi àkeadaan bilirubin indirek dalam darah meninggi.
+   PENYEBAB HIPERBILIRUBIN
1.  Peningkatan produksi :
a.   Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas  (immunoglobulin G ibu yang bereaksi dengan eritrosit pada bayi
b.   Pendarahan tertutup, misalnya pada trauma   kelahiran.
c.   Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti asidosis
d.   Defisiensi G6PD. (enzim yang berperan dalam proses pembentukan dan perombakan sel darah merah dan pencegahan hemolisis pada eritrosit)
GOLONGAN DARAH
P     Tabel pewarisan golongan darah kepada anak
Ibu
Ayah
0
A
B
AB
0
0
0, A
0, B
A, B
A
0, A
0, A
0, A, B, AB
A, B, AB
B
0, B
0, A, B, AB
0, B
A, B, AB
AB
A, B
A, B, AB
A, B, AB
A, B, AB
P     Penggolongan
Golongan
Aglutinogen pada sel darah merah
Aglutinin pada plasma darah
A
A
b (anti-B)
B
B
a (anti-A)
AB
A dan B
tidak ada
O atau 0
tidak ada
a (anti-A) dan b (anti-B)
P     Antigen = aglutinogen,à merangsang pembentukan suatu imunoglobulin M (IgM), yang disebut juga sebagai aglutinin, mampu menimbulkan aglutinasi hebat 
P     inkompatibilitas ABO biasanya terbatas pada ibu golongan darah O dengan fetus golongan darah A atau B
P     Pada wanita Rh yang melahirkan bayi pertama Rh +, risiko terbentuknya antibodi 8%.
Sedangkan insidens timbulnya antibodi pada kehamilan berikutnya sebagai akibat sensitisitas pada kehamilan pertama sebesar 16%. 
e.   Ikterus ASI : BFJ dan BMJ. diduga dikeluarkannya pregnan 3  (alfa), 20 (beta), diol (steroid).
f.    Kurangnya enzim glukoronil transeferase (sindrom criggler-Najjar) gangguan  konjugasi -àbilirubin indirek meningkat
g.   Kelainan congenital (Rotor Syndrome) dan dubin hiperbilirubinemia.
2.  Gangguan transportasi
}   akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya pada hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.
3.  Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikro organisme atau toksin yang langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi.
4.  Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra hapatik.
5.  Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.
+   FAKTOR RISIKO HIPERBILIRUBIN
a.   Usia kehamilan kurang dari 38 minggu, 
b.   vakum pada saat persalinan.
c.   pemberian ASI eksklusif (zat tertentu).
d.   Saudara yang lebih tua dengan penyakit kuning.
e.   semakin tidak normal berat lahir, semakin tinggi risiko.
+   EPIDEMIOLOGI
a.   1986, Maisels dan Gifford : 6,1% bayi dengan kadar bilirubin serum lebih dari 220 umol / L (12,9 mg / dL)
b.   tahun 2003 di Amerika Serikat, 4,3% dari 47.801 bayi memiliki total serum bilirubin abnormal.
c.   Di RSCM tahun 2007, persentase hiperbilirubin pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,95%.
Insidensi lebih tinggi pada orang Asia Timur dan Indian Amerika dan lebih rendah pada orang kulit hitam.
d.   Insidensi lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di ketinggian. Pada tahun 1984, Moore dkk melaporkan 32,7% bayi dengan kadar bilirubin serum lebih dari 205 umol / L (12 mg / dL) pada 3100 m dpl.
e.   Turki melaporkan penyakit kuning (>14 mg/dl) : 10,5% bayi cukup bulan dan 25,3% pada bayi prematur. (17mg/dl)
f.    Kernikterus terjadi pada 1,5 dari 100.000 kelahiran di Amerika Serikat.
g.   Nigeria: 31% bayi dengan ikterus klinis diuji kekurangan G-6-PD, dan 36% diantaranya meninggal dengan kernikterus.
h.   Linn, dkk (1985) melaporkan 49% dari Asia Timur, 20% dari putih, dan 12% bayi kulit hitam memiliki kadar bilirubin serum lebih dari 170 umol/L (10 mg / dL).
+   FAKTOR RESIKO
«   Ras: Insiden lebih tinggi di Asia Timur dan Indian Amerika, tetapi lebih rendah di Afrika Amerika.
«   Geografi: Insiden lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di dataran tinggi.
«   Genetika dan keluarga: Insiden lebih tinggi pada bayi dengan saudara kandung yang menderita sakit kuning.
Faktor gen sehingga kekurangan enzim dan protein yang terlibat dalam metabolisme bilirubin, glukosa-6-fosfatase dehidrogenase (G-6-PD), anemia hemolitik herediter .
+   GIZI:
P     Insiden lebih tinggi pada bayi  malnutrisi.
P     Faktor ibu: Bayi dari ibu dengan diabetes memiliki insiden yang lebih tinggi.
P     Penggunaan beberapa obat dapat meningkatkan kejadian, sedangkan yang lain menurunkan kejadian.
P     Usia kehamilan dan berat lahir: Insiden lebih tinggi pada bayi prematur dan pada bayi dengan berat lahir rendah.
P     Infeksi Kongenital
+   PENGKAJIAN
A. Riwayat Keluarga
V   Saudara kandung dengan penyakit kuning pada periode neonatal.
V   Anggota keluarga dengan penyakit kuning atau sejarah keluarga yang dikenal sindrom Gilbert ( enzyme glucuronyltransferase )
V   Anemia,  batu empedu pada anggota keluarga atau faktor keturunan gangguan hemolitik lainya.
V   Penyakit hati
B.  Riwayat kehamilan dan persalinan:
V   penyakit karena infeksi virus atau lainnya
V   asupan obat ibu
V   lahir trauma dengan memar
C. Riwayat Postnatal
V   Kehilangan warna tinja
V   Gangguan imaturitas saluran cerna
V   Menyusui, kandungan protein tertentu
V   Berat badan kurang
V   Gejala atau tanda-tanda hipotiroidisme
V   Gejala atau tanda-tanda penyakit metabolik .
V   Paparan gizi orangtua
D. Pemeriksaan fisik
V   Temuan neurologis, seperti perubahan dalam otot, kejang, atau menangis terus, pada bayi  kuning signifikan : kernikterus.
V   Hepatosplenomegali, petechiae, dan mikrosefali, anemia hemolitik, sepsis, dan infeksi bawaan

V   Penilaian klinis untuk keparahan ikterus
a.   Laju Cephalocaudal
-     Wajah 5 mg/dl (kurang lebih)
-     Dada atas 10 mg/dl (kurang lebih)
-     Abdomen dan paha atas 15 mg/dl (kurang lebih)
-     Telapak kaki 20 mg/dl (kurang lebih)
b.   Pemeriksaan secara visual mungkin membuat kita kurang tepat memahami situasi
E.  Pemeriksaan Laboratirium
V   Pemeriksaan laboratorium: kadar bilirubin, darah rutin, kadar enzim G6PD (jika ada riwayat keluarga).
V   tes serum total kadar bilirubin (BST)
V   Golongan darah dan  Rh pada ibu dan bayi
V   Direct antiglobulin test (DAT) pada bayi (Coombs test) : Hasil tes Coombs langsung (DAT) adalah positif, yakni ditemukannya IgG anti- D dan anti-A pada sel darah merah bayi dan serum bayi
V   Hemoglobin dan hematokrit
V   Tingkat albumin serum
V   Darah tepi untuk morfologi eritrosit



F.  Dilakukan jika diperlukan
V   Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (ASAT atau SGOT) dan alanin aminotransferase (ALAT atau SGPT).
V   Tes untuk mencari infeksi virus atau parasit: diindikasikan pada bayi dengan hepatosplenomegali, petechiae, trombositopenia, atau bukti lain dari penyakit hepatoseluler.
V   Urin analisis: tes skrining yang berguna untuk galaktosemia, asalkan bayi telah menerima  cukup asi.
V   Pengukuran gas darah: Risiko toksisitas SSP. bilirubin meningkat pada asidosis, terutama respirasi.
V   Ultrasonografi: saluran hati dan empedu diperlukan pada bayi dengan tanda-tanda laboratorium atau klinis penyakit batu empedu.
V   Radionuklida scanning: Scan hati dengan radionuklida diindikasikan pada atresia bilier ekstrahepatik. Pra medikasi dengan fenobarbital 5 d mg / kg / hari selama 3-4 hari sebelum melakukan scan.
V   Tes lainnya : Auditory and visually terkait kernicterus

Usia
Ikterus terlihat pada
Klasifikasi
Hari 1
Hari 2
Hari 3 dst
Setiap ikterus yang terlihat
Lengan dan tungkai
Tangan dan kaki

Ikterus berat
(Peter Cooper, A. Suryono, indarso F., Managing Newborn Problems: A Guide for doctor, nurses, and midwifes, WHO, 2003)
Tabel: Klasifikasi Ikterus
Tanya dan Lihat
Tanda/Gejala
Klasifikasi
Mulai kapan ikterus?


Daerah mana yang ikterus?
Bayi kurang bulan?
Warna tinja?
Ikterus segera setelah lahir
Ikterus pada hari pertama
Ikterus pada usia > 14 hari
Ikterus lutut/siku/lebih
Bayi kurang bulan
Tinja pucat
Ikterus patologis

Ikterus usia 3-13 hari
Tanda patologis (-)
Ikterus fisiologis
(Buku Bagan MTBM, Depkes RI, 2001)
+   KLASIFIKASI HIPERBILIRUBIN
A. Ikterus Fisiologis
1.   Timbul pada hari kedua- ketiga.
2.   Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dL pada neonatus cukup bulan dan 10 mg/dL pada kurang bulan.
3.   Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tak melebihi 5 mg/dL per hari.
4.   Kadar bilirubin direk ( larut dalam air) kurang dari 1 mg/dL.
5.   Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
6.   Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.

B.  Ikterus Patologis/ Hiperbilirubinemi
-     Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
-     Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12 mg/dL pada neonatus cukup bulan dan 10 mg/dL pada neonatus kurang bulan.
-     Ikterus dengan peningkatan bilirubun lebih dari 5 mg/dL per hari.
-     Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.
-     Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan patologis lain yang telah diketahui.
-     Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg/dL.

C. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada pada korpus stratum, thalamus, nucleus subtalamus, hipokorpus, nucleus merah dan nucleus pada dasar ventrikulus IV.
O     Tanda & Gejala Kern ikterus
ü Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar.
ü Letargik ( lemas).
ü Kejang.
ü Tidak mau menghisap.
ü Dapat tuli, gangguan bicara, dan retardasi mental.
ü Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
ü Perut buncit.
ü Pembesaran pada hati.
ü Feses berwarna seperti dempul.
ü Tampak ikterus, sclera, kuku, kulit dan membrane mukosa, kuning pada 24 jam pertama yang disebabkan oleh penyakit hemolitik waktu lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetic/ infeksi.


+   PERTIMBANGAN TERAPI


+   PENATALAKSANAAN
}   Ikterus fisiologis
a.   Beri ASI sesering mungkin selama bayi  menginginkan. Minimal 8-12 x/ hari.
b.   Jaga agar bayi tetap hangat dengan menerapkan metode kanguru, kepala bayi ditutup dengan topi. Ganti pakaian/selimut bayi setiap kali basah dengan yang kering, bersih dan hangat.
c.   Baringkan bayi dalam ruangan dekat jendela dengan penyinaran cukup (sinar matahari pagi) selama 30 menit selama 3-4 hari.
d.   Anjuran segera ke puskesmas/bidan di desa bila ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
-     Bayi bertambah parah.
-     Kotoran bayi warna dempul.
e.   Anjurkan ibu control setelah 2 hari.
}   Penatalaksanaan:
«   Terapi sinar
«   Status hidrasi dan pemberian minum
«   Monitoring kadar bilirubin
«   Transfusi tukar
«   Obat-obatan:   -    Phenobarbital
-     Intra venous immunoglobulin
-     Mettaloporphyrins
-     Cholestyramine
}   Petunjuk penatalaksanaan
Usia
Terapi Sinar
Tranfusi Tukar
Bayi sehat
Faktor Risiko*
Bayi Sehat
Faktor Risiko*
mg/dL
m mol/L
mg/dL
m mol/L
mg/dL
m mol/L
mg/dL
m mol/L
Hari 1
Setiap ikterus yang terlihat
15
260
13
220
Hari 2
15
260
13
220
25
425
15
260
Hari 3
18
310
16
270
30
510
20
340
Hari 4 dst
20
340
17
290
30
510
20
340
*(American Academy of Pediatrics, Subcommittee on hyperbilirubinemia, Management of hyperbil in NB, 2004)









}   Transfusi Tukar
«   Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar:
V   Persiapkan transfer.
V   Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau sekunder dengan fasilitas transfuse tukar.
V   Kirim contoh darah ibu dan bayi.
V   Jelaskan kepada bayi tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu dirujuk dan terapi apa yang akan diterima bayi.
V   Nasihati ibu.
Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas rhesus, pastikan ibu mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal ini, karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya.
V   Bila bayi mengalami defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk menghindari zat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi (contoh: obat anti malaria, beberapa antibiotik)
V   Bila hemoglobin <10 mg/dL (hematokrit <30%), berikan transfusi darah.
V   Follow up setelah kepulangan. Periksa kadar Hb setiap minggu selama 4 minggu, bila Hb <8 g/dL (hematokrit <24%) berikan transfusi darah.
}   Foto Terapi
«   Panjang gelombang harus dipertimbangkan. Bilirubin menyerap cahaya terutama sekitar 450-460 nm. Namun, kemampuan cahaya untuk menembus kulit juga penting;
«   Pemberian terapi sinar
1.   Tempatkan bayi di bawah sinar terapi sinar.
Tempatkan BBLR dalam incubator.
2.   Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik.
3.   Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut tertutup. Jangan tempelkan penutup mata dengan menggunakan selotip.
4.   Balikkan bayi setiap 3 jam.
5.   Pastikan bayi diberi makan.
6.   Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad libitum, paling kurang setiap 3 jam.
7.   Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata.
8.   Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain (contoh: pengganti ASI, air, air gula, dll) tidak ada gunanya.
9.   Bila bayi menerima per IV atau ASI yang telah dipompa (ASI perah), tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari selama bayi masih diterapi sinar.
10. Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi dari sinar terapi sinar.
    Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih lembek dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus.
    Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan:
11. Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak bisa dilakukan dalam unit terapi sinar.
12. Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sebentar untuk mengetahui apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru).
    Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila suhu bayi lebih dari 37,5ºC, sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara pindahkan bayi dari unit terapi sinar sampai suhu bayi antara 36,5ºC-37,5ºC.
    Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus
13. Hentikan terapi sinar bila kadar serum biilirubin <13 mg/dL.
14. Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfusi tukar, persiapkan kepindahan bayi dan secepat mungkin kirim bayi ke rumah sakit center untuk transfusi tukar. Sertakan contoh darah ibu dan bayi.
15. Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3 hari.
«   Setelah terapi sinar dihentikan:
1.   Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila memungkinkan, atau perkirakan keparahan ikterus meggunakan metode klinis.
2.   Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada diatas nilai untuk memulai terapi sinar, ulangi terapi sinar seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap penghentian terapi sinar sampai bilirubin serum dari hasil pemeriksaan atau perkiraan melalui metode klinis berada dibawah nilai untuk memulai terapi sinar.
3.   Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa menyusu dengan baik dan tidak ada masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi.
4.   Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasehat untuk membawa kembali bila bayi bertambah kuning.
«   Komplikasi terapi sinar
1.   Bronze baby syndrome : Berkurangnya ekskresi hepatik hasil penyinaran bilirubin
2.   Diare : Bilirubin indirek menghambat absorbsi
3.   Hemolisis : Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit
4.   Dehidrasi : Bertambahnya Insensible Water Loss ( 30-100%).
5.   Ruam kulit : Gangguan fotosensitasi terhadap sel mast kulit dengan pelepasan histamine
}   TRANSFUSI TUKAR, Bukan prosedur bebas risiko
V   Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi.
V   Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan antibody maternal dari sirkulasi bayi, sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia
«   Darah donor untuk transfusi tukar
1.   Darah yang digunakan golongan O.
2.   Gunakan darah baru ( usia <7 hari), whole blood.
3.   Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus golongan O dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah disiapkan setelah kelahiran, juga crrossmatched terhadap bayi.
4.   Pada inkompatibilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus yang sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan bayi yang mempunyai titer rendah anti body A dan anti B. Biasanya menggunakan eritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk memastikan bahwa tidak ada antibody anti A dan anti B yang muncul.
5.   Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.
6.   Pada hiperbilirubinemia yang non imun, darah donor ditiping dan croosmatched terhadap plasma dan eritrosit pasien/bayi.
7.   Transfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) ----160 mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%.
«   Teknik Tranfusi Tukar
1.   SIMPLE DOUBLE VOLUME. Push-Pull technique : jarum infuse  dipasang melalui kateter vena umbilikalis/ vena saphena  magna. Darah dikeluarkan dan dimasukkan bergantian.
2.   ISOVOLUMETRIC. Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui arteri umbilikalis dan dimasukan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang sama.
3.   PARIAL EXCHANGE TRANFUSION. Tranfusi tukar sebagian, diilakukan biasanya pada bayi dengan polisitemia.
«   Pelaksanaan transfusi tukar:
1.   Personel. Seorang dokter dan minimal 2 orang perawat untuk membantu persiapan, pelaksanaan dan pencatatan serta pengawasan penderita.
2.   Lokasi. Sebaiknya dilakukan di ruanng NICU atau kamar operasi dengan penerangan dan pengaturan suhu yang adekuat, alat monitor dan resusitasi yang lengkap serta terjaga sterilitasnya.
3.   Persiapan Alat prosedur transfusi
4.   Alat dan obat-obatan resusitasi lengkap.
a.   Lampu pemanas dan alat monitor
b.   Perlengkapan vena seksi dengan sarung tangan dan kain penutup steril
c.   Masker, tutup kepala dan gaun steril
d.   Nier bekken (2 buah) dan botol kosong, peenampung darah
e.   Set tranfusi 2buah
f.    Kateter umbilicus ukuran 4,5,6 F sesuai berat lahir bayi atau abbocath
g.   Three way stopcock semprit 1 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, masing-masing 2 buah
h.   Selang pembuangan
i.    Larutan Calsium glukonas 10%, CaC12 10% dan NaCl fisiologis
j.    Meja tindakan
«   Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:
a.   Emboli (emboli,bekuan darah),trombosis.
b.   Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia.
c.   Gangguan pembekuan darah karena pemakaian heparin.
d.   Perforasi pembuluh darah
«   Komplikasi transfusi tukar
P     Vascular: emboli udara atau trombus, trombosis.
P     Kelainan jantung : aritmia, overload, henti jantung.
P     Gangguan elektrolit : hipo/ hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis.
P     Koagulasi : trombositopenia, heparinisasi berlebihan.
P     Infeksi : bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan.
P     Lain-lain : hipotermia, hipoglikemia
«   Perawatan pasca transfusi tukar
1.   Lanjutkan dengan terapi sinar.
2.   Awasi ketat kemungkinan terjadinya komplikasi.
«   Persiapan tindakan transfusi tukar
1.   Berikan penjelasan tentang tujuan dan risiko tindakan, mintakan persetujuan tertulis dari orang tua penderita.
2.   Bayi jangan diberi minum 3-4 jam sebelum tindakan. Bila transfuse harus segera dilakukan isi lambung dikosongkan dengan sonde dan menghisapnya.
3.   Pasang infuse dengan tetesan rumatan dan bila tali pusat telah mengering kompres dengan NaCl fisiologis.
4.   Bila memungkinkan 2 jam sebelumnya berikan infus albumin terutama jika kadar albumin < 2,5 gr/dL. Diharapkan kapasitas ikatan albuminbilirubin di dalam darah meningkat sebelum transfusi tukar sehingga resiko kernikterus menurun, kecuali ada kontra indikasi/transfuse tukar harus segera dilakukan.
5.   Pemeriksaan laboratorium pra transfusi tukar antara lain semua elektrolit, Hb, hematokrit, retikulosit, trombosit, kadar bilirubin indirek, kadar G6PD dan enzim eritrosit lainnya serta kultur darah.
6.   Koreksi gangguan asam basa, hipoksia, dan hipotermi sebelum memulai transfuse tukar.
7.   Periksa ulang apakah donor yang diminta telah sesuai dengan permintaan (cek label darah).
«   Pemasangan Kateter Vena Umbilikalis
1.   Bayi diletakkan dalam posisi telentang. Fiksasi dengan lengan dan tungkai, dijaga agar tidak banyak bergerak (diikat longgar).
2.   Pasang alat monitor yang dibutuhkan (neonatal monitoring). Suhu bayi dipertahankan pada suhu optimal atau jika ada meja resusitasi bayi diletakkan di bawah lampu pemanas/sorot dengan jarak 2 meter.
3.   Semua tindakan harus dilaksanakan secara aseptic dan antiseptic, personil yang terlibat langsung harus mamakai gaun, sarung tangan, dan masker steril.
4.   Bersihkan daerah sekitar tali pusat atau tempat lain yang akan dipasang abbocath dengan cairan antiseptic, tutup dengan kain steril yang berlubang ditengah sehingga tampak tali pusat/daerah yang akan dipasangkan abbocath.
5.   Jika dilakukan melalui vena umbilikalis, bersihkan dengan betadine 10%, tali pusat dipotong kurang lebih 1 cm di atas dasar/ kulit abdomen dengan scalpel/pisau steril.
6.   Jika tali pusat kering, lunakkan dengan kompres NaCl fisiologis selama ½-1 jam.
7.   Vena umbilikalis dicari dan masukkan kateter vena sesuai ukuran bayi, diisi NaCl fisiologis. Kateter dimasukkan sampai : (1) tampak ada darah mengalir dari tubuh bayi atau (2) pada posisi aman, yaitu ujung kateter sedikit di atas diafragma dan di dalam vena cava inferior ( ukuran sekitar panjang dari bahu kiri/ kanan ke tali pusat kemudian diukur ke diafragma khusus ukuran kateter tali pusat). Kateter harus diisi cairan untuk mencegah emboli udara.
8.   Setelah kateter vena umbilikalis terpasang dilakukan fiksasi dengan jahitan melingkari kulit/tali pusat diameter 1,5 cm dengan benang sutra steril.
9.   Jika kateter gagal dipasang vena umbilikalis, transfusi dapat dilakukan di vena saphena magna.
10. Kateter atau abbocath dihubungkan dengan three way stopcock, bagian depan dengan selang infuse donor dan bagian belakang dengan selang infuse pembuangan yang telah dihubungkan dengan botol kosong di bawah botol tindakan.
«   Pelaksanaan Transfusi Tukar
1.   Mula-mula darah bayi dihisap sebanyak 10 – 20 mL atau tergantung berat badan bayi, jangan melebihi 10% dari perkiraan volume darah bayi.
2.   Darah dibuang melalui pipa pembuangan dengan mengatur klep pada three way stopcock. Jika ada pemeriksaan yang belum lengkap dapat memakai darah ini karena belum bercampur dengan darah donor.
3.   Masukkan darah donor dengan jumlah yang sama secara perlahan-lahan. Kecepatan menghisap dan mengeluarkan darah sekitar 2 mL/KgBB/ menit.
4.   Setelah darah masuk ke tubuh ditunggu selama 20 detik, agar beredar dalam sirkulasi.
5.   Hisap dan masukkan darah berulang kali dengan cara yang sama sampai target transfusi tukar selesai.
6.   Catat setiap kali darah yang dikeluarkan dan yang masuk pada lembaran observasi transfusi tukar.
7.   Jika memakai darah dengan pengawet asam sitrat atau stearat fosfat (ACI/ PCD) setiap transfusi 100 mL diberikan 1 mL calcium glukonas 10% intra vena perlahan-lahan. Pemberian tersebut terutama bila kadar kalsium sebelum transfusi < 7,5 mg/dL. Bila kadar diatas normal maka kalsium glukonas tidak perlu diberikan. Pemberian larutan kalsium glukonas harus dilakukan secara perlahan-lahan, karena bila terlalu cepat dapat mengakibatkan timbulnya bradikardi/cardiac arrest. Beberapa peneliti menganjurkan untuk tidak memberikan kalsium kecuali pada pemeriksaan fisik dan elektrokardiografi menunjukkan adanya tanda-tanda hipokalsemia.
8.   Selama tindakan semua tanda-tanda vital harus diawasi dengan neonatal monitoring.
9.   Setelah transfusi tukar selesai, darah bayi diambil untuk pemeriksaan pasca transfusi tukar.
10. Jika tidak diperlukan transfusi tukar ulang, dilakukan jahitan silk purse string atau ikatan kantung melingkari vena umbilikalis. Ketika kateter dicabut jahitan yang mengelilingi tali pusat dikencangkan.
«   Terapi obat
a.   Fenobarbital : menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
b.   Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
c.  Transfusi albumin
«   Terapi ASI
Banyak minum à ekskresi sterkobilin dan urobilin

«   TERAPI SINAR MATAHARI
v Jika sudah dirumah
v Jam 07.00-09.00 selama 30 menit merata
v Merupakan terapi tambahan
+   ASUHAN KEBIDANAN
P     Pengkajian à data fokus :
1.   ASI tidak adekuat, bayi Fototerapi
2.   Suhu meningkat pasca  fototerapi
3.   Ortu berpisah dengan anak
4.   Risiko cidera saat fototerapi
5.   Risiko infeksi saat transfusi tukar
P     Rencana Tindakan :
P     Evaluasi

0 comments:

Post a Comment